Senin, 22 Agustus 2011

Perempuan, sasaran empuk kapitalis



“Eh jeng, tas saya itu harganya 5 juta lho”, kata seorang ibu di tempat kerja saya sambil menunjuk tas kulit berwarna coklat yang tergeletak di pojok ruangan. “Waaah, tas mahal itu memang beda ya”, ibu yang lain menimpali. Lalu si ibu pemilik “tas 5 juta” menambahkan “besok deh saya bawain yang Gucci, soalnya saya sering ikut Dharma Wanita sih, di Dharma Wanita mana ada yang pake tas harga 1 jutaan…”
Dialog ibu-ibu tersebut memaksa saya melirik tas hitam yang sudah saya lima bulan lebih. Weits, 5 juta, 100 kali lipat harga tas saya. Gaji saya satu bulan pun tidak sampai segitu. Mungkin kelihatan  pathetic, tapi bagaimanapun saya bangga bisa bertahan menjadi diri sendiri, tidak menjadi korban kapitalis. Oh ya, saya sama sekali nggak sirik dan kalaupun saya diberi rejeki berlebih, lebih baik dipakai buat keperluan lain atau buat invest.
Saya sering heran mengapa manusia jaman sekarang yang notabene lebih pintar, terutama wanita, begitu gampang dicuci otaknya. “Gue pakai Hermes lho, handmade sih, jadi pesennya bisa bertahun-tahun..si Victoria Beckham aja pake, gue kan pengen kayak dia.” Mungkin ada fashionista yang berkomentar demikian.
Tapi apa benar dengan memakai Hermes anda serta merta jadi kayak Victoria Beckham?
Tetep jauh kaliii (maaf, realistis aja)..Anda tetaplah diri anda yang sekarang, dan pasangan   anda tidak pula tiba-tiba menyerupai David Beckham. Okelah kalau penghasilan anda besar, hal itu tak masalah. Namun bagaimana dengan yang berpenghasilan pas pasan, dibela2in kredit hanya demi membeli sebuah gengsi bernama Hermes, Luois Vuitton, Burberry, Mulberry? No comment deh. Bagi yang berpenghasilan lumayan pun, ada baiknya tidak terlalu ngoyo mengoleksi merek2 mahal tersebut, punya satu saja cukup, budget untuk membeli yang kedua, ketiga dan seterusnya bisa anda tabung, sumbangkan atau digunakan untuk hal2 lain yang lebih perlu. Benar kan?
Ini baru tas, teman..hanya sepersekian persen dari total kebutuhan para wanita modern. Bagaimana dengan make up, baju, aksesoris, makanan, gadget, kendaraan dll? Apakah niat anda dalam membeli kebutuhan berupa item2 tersebut semata-mata atas nama gengsi atau memang diperlukan. Jika anda lebih mengedepankan gengsi, anda benar2 patut dikasihani. Kalau tidak, selamat deh,..namun jangan keburu senang, anda sewaktu-waktu juga bisa menjadi seperti mereka.
Hmm, jika ditanya, hal apa yang paling adiktif di dunia ini.. saya pikir semua setuju dengan jawaban saya : materi. Hal ini benar adanya, sebanyak apapun materi yang kita punya, tak akan pernah cukup selama kita belum bisa bersyukur, selalu saja ada materi yang ingin kita kejar. Efek yang ditimbulkan sama dengan minum air laut, semakin diminum semakin haus dan akhirnya sampai batas tertentu akan membahayakan kesehatan si peminum. Demikian halnya dengan orang yang kecanduan materi, semakin lama kesehatan mentalnya semakin terancam.
Mengenai para pemilik brand-brand terkenal itu, saya tidak menyalahkan niat mereka mencari uang, hanya saja saya tidak setuju dengan cara mereka yang sengaja mencuci otak dan menanamkan mindset yang salah kepada si calon konsumen. Kebanyakan dari mereka bekerja sama dengan media, public figure, pengamat mode dan kadang penguasa, kolaborasi yang sangat manis. Alhasil siapa yang tidak memakai produk mereka akan dicap kampungan dan tidak modis. Siapa sih yang mau disebut demikian? Maka berlomba-lombalah orang mengekor mereka. Mungkin sebagian ada yang memilih produk branded karena mengedepankan kualitas, tapi saya sangsi ada berapa banyak sih orang yang berpikiran begitu, sisanya adalah tipe yang pertama karena kualitas barang lokal banyak yang tak kalah dengan produk asing. Sadarkah kalian, mereka para kapitalis itu hanya mengeruk uang kalian sebanyak2nya dan barang2 branded yang kalian banggakan lah mesin pengeruknya. Mereka tidak pernah peduli dengan kalian.
Orang yang diperbudak mode, tidak akan pernah menjalani hidupnya dengan tenang, otaknya selalu dipenuhi dengan hal-hal yang nggak penting seperti tas Prada dan Hand Phone keluaran baru, mobil yang dirasa sudah ketinggalan zaman karena sudah nggak ditayangkan iklannya, baju yang dirasa sudah tidak layak pakai karena sudah pernah dipakai lebih dari dua kali,etc. Mungkin contoh saya agak ekstrim, tapi percayalah hal itu memang terjadi, yang berbeda hanyalah kadarnya pada tiap-tiap orang. Tanpa sadar orang tipe tersebut mulai menjudge seseorang dari penampilannya dan apa yang ia pakai, bukan “isi” orang tersebut. Sebenarnya mereka juga melakukan hal yang sama terhadap diri mereka, merasa tidak PD dan kurang tanpa barang-barang branded. Itu artinya mereka menilai diri sendiri tidak lebih berharga dari barang-barang branded tersebut dan rela kehilangan jati diri mereka yang sebenarnya.

Pendukung Kapitalis
Saya pernah membaca sebuah buku karangan Philip van Munching. Di dalamnya ia mengibaratkan jika Hollywood adalah sebuah kedai es krim, maka kedai es krim itu hanya akan menjual es krim dengan satu rasa, vanilla. Buktinya bisa kita lihat di sampul majalah2 mode masa kini dimana wanita-wanita yang menjadi “dagangan” mereka pada hakikatnya sejenis, tipikal barbie. Persepsi mereka tentang wanita cantik itu ya tidak jauh dari yang berbadan tinggi, langsing, pirang, pinggang kecil, boo*s besar, pantat berisi, make up tebal dan tak ketinggalan rangkaian produk-produk keluaran rumah mode kelas dunia, mulai dari ujung kaki sampai ujung rambut. Cantik itu seperti itu, dan para pria hanya akan menyukai wanita yang begitu, titik. Para wanita yang termakan propaganda itupun lupa betapa berharganya mereka. Mereka lupa, mereka diciptakan memang sudah dari sananya cantik hanya saja berbeda, baik dalam bentuk tubuh, warna kulit, rambut dan tentu saja daya tarik karena tiap individu pada dasarnya unik. Semuanya ingin menjadi sama seperti si cewek dalam sampul majalah.
Wanita yang sudah terdoktrin “cantik itu ya seperti barbie” akan rela merogoh uang berapa saja demi mendapatkan keinginan mereka. Inilah yang dimanfaatkan kapitalis, mereka mengeluarkan bermacam-macam produk perawatan tubuh dan pelangsing dengan iklan yang gencar dan persuasi yang berlebihan. Contohnya, produk penghilang selulit. Selulit itu hal yang sangat lazim dan bahkan para bintang hollywood pun memilikinya. Pokoknya selama jaringan lemak itu ada selulit akan hadir dan tidak ada cara yang dinilai cukup ampuh untuk menghilangkannya, setidaknya hingga saat ini. Itulah kenyataan yang dikemukakan para ilmuwan. Akan tetapi produsen obat penghilang selulit dimaksud mengabaikan fakta tersebut. Mereka berusaha menanamkan pikiran melalui iklan dll bahwa selulit itu mengurangi kecantikan seorang wanita dan produk merekalah yang paling ampuh untuk membasminya. Dengan ditambah iming2 diskon yang sebenarnya tidak pernah ada, maka berbondong-bondonglah para wanita membelinya. Karena memang tidak sesuai dengan fakta yang ada, maka produk itu tidak banyak membantu mewujudkan keinginan mereka memiliki kulit yang mulus tanpa selulit. Merekapun kesal, merasa selulit adalah kutukan. Baguslah, setidaknya mereka tidak akan berani memakai baju terbuka di tempat umum. Kalo masih nekat..capedeh. Hal yang sama terjadi dengan kasus produk pelangsing. Mindset yang ditanamkan si produsen dan antek2nya begitu berlebihan. Seorang yang sangat berpengaruh di dunia mode di Amerika sana bahkan pernah berkata “Tidak ada orang cantik yang gemuk”, Parah kan? Para rumah mode terkenal kemudian mengamini ucapan orang tersebut dengan hanya mengeluarkan size kecil untuk pakaian yang diproduksinya. Dengan demikian jika ingin memakai produk mereka, si konsumen tidak punya pilihan lain selain menjadi kurus (tentunya mempunyai banyak uang juga). Itulah mengapa sekarang banyak ditemukan kasus Anorexia Nervosa dan Bulimia. Na’udzubillah.

Menjadi Dirimu Sendiri
Saya benar-benar miris melihat saudara-saudara perempuan saya menjadi budak kapitalis. Menurut saya hal seperti ini sudah bisa dikategorikan sebagai penyakit mental, karena salah satu ciri penyakit mental adalah si penderita tidak merasa kalau dirinya sakit, tetapi orang lain dapat dengan jelas melihatnya. Seseorang yang menjadi budak mode susah dikritik atau diingatkan oleh orang lain mengenai sikapnya yang terlalu paranoid terhadap penampilan, bahkan cenderung menganggap aneh orang yang tidak sepaham dengan mereka.
Saya akui, saya bukan tipe orang yang menutup mata pada perkembangan mode. Seperti wanita lain, saya juga suka keindahan, dan bukanlah Allah mencintai keindahan?.. Tetapi ada baiknya kita lebih selektif, mana yang cocok dengan kita dan mana yang tidak. Dengarkan hati nurani, jangan hanya karena ingin dicap modis anda mengorbankan segalanya. Apa sih yang kita dapat dengan menjadi seorang penggila mode, mode akan terus berkembang nggak ada habisnya. Kita akan capek juga lama-lama. Lagi pula tidak semua jenis barang cocok dengan kita dan jika dipaksakan bukannya akan mengundang pujian, malah sindiran dan kasak-kusuk di belakang yang datang. Satu lagi teman, memanjakan mata orang lain dengan keindahan itu perlu, tapi memanjakan hati orang lain dengan akhlak yang baik juga tidak kalah pentingnya. Jadi daripada seluruh uang, waktu dan energi kita habis untuk mempermak penampilan luar, mari kita gunakan sebagian untuk memperbaiki penampilan kita dari dalam. Insya Allah kecantikan dari dalam itu yang hakiki, yang tidak akan luntur seiring berjalannya waktu layaknya kecantikan jasmani.

2 komentar:

  1. proud to be a muslimah...
    bangga menjdai diri sendiri..dan ga pusing mikirin aneh2.. ^^v

    BalasHapus