Kos kami yang damai dihuni 9 orang, perempuan semua. Ada empat kamar mandi, jumlah yang lumayan bisa mencegah antrian mandi. Namun beberapa hari terakhir, 2 kamar mandi keran airnya mampet, yang satunya bak mandinya bocor parah. Alhasil cuma satu kamar mandi yang nyaman dipakai.
Lantas apa yang terjadi dengan penghuni kos kami? Logikanya, dengan kamar mandi 4 saja kita berangkatnya siang, apalagi hanya satu..?
Lucunya, dengan menyusutnya jumlah fasilitas kamar mandi yang ada, kita yang biasa bangun siang, sekarang justru bangun lebih pagi, termasuk saya. Kamar mandi yang bak-nya bocor kita fungsikan dengan menaruh ember besar untuk menampung airnya. Begitu bangun, kita langsung ambil nomor antrian, mandi pun lebih cepat karena mempertimbangkan harus gantian dengan teman. Kita lebih menghargai waktu, berangkat ke kantor pun jadi lebih pagi dan sekarang beta sonde tidak terlambat lagi...
Terus, maunya kamar mandinya rusak terus gitu?
Nggak lah, mau saya...mental bangun paginya yang ada terus.
Nah, renungan yang bisa diambil dari kejadian ini...fasilitas yang nyatanya dibuat demi memaksimalkan pencapaian, kadang tidak membuahkan hasil yang diharapkan. Contoh gampangnya, anak kampung yang minim fasilitas kadang jauh lebih berprestasi dibanding anak kota dengan fasilitas seabreg-abreg.
Fasilitas memang dibutuhkan, namun sering juga melenakan, halah...seperti safe zone, justru membuat orang yang difasilitasi merasa terlalu nyaman, merasa menggampangkan apa yang menjadi tujuannya (Tentu saja tidak semuanya begitu), kurang tertantang dan minim kreativitas.
Kekurangan, seringkali menjadi cambuk untuk menjadikan diri lebih baik dan mendorong orang berpikir kreatif demi mencapai tujuannya.
Saya bukan tipe orang yang menolak fasilitas yang sebenarnya memang dibutuhkan, cuma keberadaannya yang berlebihan sama sekali tidak menjamin kesuksesan, justru condong pada penghamburan.
Sekian...
xoxo Sobakatsu